Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dekan Unair Cabut Pembekuan BEM FISIP, Namun Intimidasi Terhadap Mahasiswa Usai Kritik Prabowo-Gibran Terus Berlanjut

28 Oktober 2024 | Oktober 28, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-10-28T11:47:36Z

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Prof. Bagong Suyanto, telah resmi mencabut kebijakan pembekuan terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP. Menyikapi keputusan tersebut, Presiden BEM FISIP Unair, Tuffahati Ullayyah, menyatakan bahwa pihaknya akan tetap kritis dalam menyampaikan pandangan dan aspirasi mahasiswa.

"Kami sudah bertemu Prof. Bagong dan berbicara bahwa BEM FISIP akan tetap kritis ke depannya dengan tidak keluar dari koridor akademik," ungkap Tuffahati di FISIP Unair pada Senin, 28 Oktober 2024.

Menurut Tuffahati, penggunaan karangan bunga dengan pesan satire merupakan bentuk ekspresi BEM yang berasal dari gagasan Kementerian Politik dan Kajian Strategis BEM FISIP Unair. Ia menjelaskan bahwa inisiatif ini bukanlah hasil keputusan dari tiga orang pengurus saja, tetapi melibatkan seluruh elemen dalam BEM.

"Untuk pemilihan diksi dan lain-lain itu urusan lain. Tapi kami mengamini apa yang diperhatikan oleh BEM," tambah Tuffahati, menunjukkan komitmen mereka untuk tetap kritis namun dalam batas akademik.

Sebelumnya, Prof. Bagong menjelaskan alasan dicabutnya pembekuan tersebut setelah adanya kesepakatan bahwa kritik yang disampaikan oleh BEM akan menggunakan diksi yang tidak kasar. Menurutnya, hal ini penting agar tetap sesuai dengan kultur akademik.

"Dekanat telah mencabut SK Pembekuan Kepengurusan BEM FISIP Unair. Dasarnya, kami sepakat untuk menggunakan diksi-diksi yang tidak kasar dalam kehidupan politik," ujar Prof. Bagong kepada media di FISIP Unair, Senin, 28 Oktober 2024.

Ia menekankan bahwa penggunaan bahasa yang halus dan sopan adalah cerminan budaya akademik, seraya mengingatkan BEM sebagai representasi mahasiswa untuk tetap mendidik dalam penyampaian kritik. Salah satu diksi yang dianggap kurang pantas adalah kata 'bajingan,' yang tertulis dalam karangan bunga satire tersebut.

Prof. Bagong juga menjelaskan bahwa pembekuan ini sejatinya merupakan bentuk peringatan kepada BEM FISIP Unair agar tidak larut dalam kegiatan politik yang dinilai mengabaikan etika akademik. Fakultas berharap agar pemilihan kata dalam kritik di masa mendatang tetap berada dalam batas-batas akademik.

"Kami seperti orang tua yang mengingatkan supaya tidak keluar dari koridor akademik. Itu saja sebenarnya target dari fakultas," tuturnya.

Sebelumnya, BEM FISIP Unair sempat diberi sanksi pembekuan setelah memasang karangan bunga satire yang menyinggung Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Karangan bunga tersebut viral di media sosial karena menyertakan foto kedua tokoh tersebut dengan tulisan kritis yang kontroversial.

BEM FISIP Unair Hadapi Intimidasi Pasca Kritik pada Prabowo-Gibran

Setelah kritik melalui karangan bunga terhadap pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Presiden BEM FISIP Universitas Airlangga (Unair), Tuffahati Ullayyah Bachtiar, mengaku mendapat intimidasi yang cukup mengganggu. Bentuk ancaman tersebut datang dari berbagai arah, mulai dari panggilan telepon hingga pesan ancaman di media sosial.

"Saya menerima intimidasi dari beberapa orang tidak dikenal. Bentuknya macam-macam, mulai dari telepon, video call, spam chat, DM Instagram, dan sebagainya," ujar Tuffahati saat ditemui di Kampus B Unair, Senin (28/10).

Menurutnya, pesan-pesan yang diterima cenderung membawa narasi yang sama, seperti glorifikasi atas capaian Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan juga ancaman dengan nada yang kurang pantas. Salah satu pesan yang diterimanya berbunyi, 'seandainya orang tua Anda yang menjadi presiden lalu diberi umpatan-umpatan bajingan-bajingan, apakah Anda terima? Saya malu loh sekelas UNAIR mahasiswanya apa tidak diajarkan sopan santun dalam berbicara'. Terdapat juga pesan yang memujikan berbagai pencapaian Jokowi, termasuk pembangunan infrastruktur dan program BPJS.

Tak hanya melalui panggilan telepon dan WhatsApp, intimidasi juga terjadi secara terbuka di media sosial yang sifatnya menyerang secara personal. "Banyak sekali yang menyerang secara personal, sifatnya secara umum di IG (Instagram) dan bisa dibaca semua orang," tambah Tuffahati. Ia juga mengungkapkan bahwa intimidasi tersebut tidak hanya dialami dirinya, tetapi juga dirasakan oleh sekitar lima pengurus BEM FISIP lainnya.

Meskipun menghadapi tekanan, Tuffahati menegaskan tidak akan gentar. Langkah berikutnya, ia akan berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mendapatkan arahan hukum. "Saya akan berkonsultasi dengan LBH untuk menindaklanjuti, meminta konsultasi apa tindakan yang perlu saya lakukan berikutnya," tutupnya.

Sebagai latar belakang, BEM FISIP Unair sempat dibekukan oleh pihak dekanat kampus setelah memasang karangan bunga berisi satire tajam terhadap pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden. Karangan bunga tersebut menyindir dengan tulisan "Selamat atas dilantiknya jenderal bengis pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi."

Karangan bunga tersebut memicu perhatian publik setelah tersebar luas di media sosial dan memicu kritik terhadap BEM FISIP. Dekan FISIP Unair, Prof. Bagong Suyanto, sempat memberikan sanksi pembekuan kepada BEM dengan alasan penggunaan diksi yang tidak sopan. Ia menilai kata "bajingan" dalam karangan bunga tersebut telah melampaui batas etika akademik dan menjelaskan bahwa bentuk kritik itu lebih menyerupai hate speech ketimbang satire.

Namun, setelah pertemuan dengan Tuffahati dan jajaran pengurus BEM, Bagong akhirnya mencabut pembekuan tersebut. "Kami sudah bertemu sudah berbicara dari hati ke hati, intinya detik ini juga dekanat akan mencabut SK (surat keputusan) pembekuan kepengurusan BEM FISIP Unair," ujar Bagong.

Ia menegaskan kembali bahwa pihaknya tidak menghalangi kebebasan BEM maupun mahasiswa FISIP Unair lainnya untuk menyampaikan kritik sosial dan politik, selama kritik tersebut disampaikan dengan tanggung jawab serta tetap dalam batas etika akademik.


Sumber Kaltimexpose.com

×
Berita Terbaru Update